CV. NUART BALUSE adalah Penerbit Buku yang berlokasi di Jalan Pratama No. 23, Benoa, Nusa Dua, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung, Bali. Dengan spesialisasi dalam penerbitan buku fiksi dan non-fiksi.

CBC Bali

CBC Bali
Cana Bible Course (CBC)

"Materi Kuliah CBC" Menggali Akar untuk Bertumbuh: Gereja Mula-mula sebagai Cermin bagi Gereja Masa Kini - Ditulis: Sinuyu Waruwu, S.Th., M.Pd.

Menggali Akar untuk Bertumbuh: Gereja Mula-mula sebagai Cermin bagi Gereja Masa Kini

Ditulis: Sinuyu Waruwu, S.Th., M.Pd.

 

Gereja: Dipanggil Keluar untuk Menginjil dan Bermisi

Kata "gereja" yang kita kenal sekarang, secara eksplisit memang tidak tertulis dalam Alkitab. Pemahaman kita tentang gereja bersumber dari kata Yunani yaitu ekklesia, kata ini memiliki akar kata ekkaleo yang berarti "memanggil keluar dari" dalam bahasa Inggris diterjemahkan call out. Dalam konteks Yunani klasik, ekklesia merujuk pada perkumpulan majelis warga negara yang kompeten, yang biasa berkumpul di tempat terbuka 30-40 kali setahun untuk berdoa dan mempersembahkan korban kepada dewa-dewa mereka. Namun, dalam Perjanjian Baru, konsep ekklesia bukan tentang perkumpulan warga negara atau persembahan kepada dewa-dewi, melainkan tentang komunitas orang-orang yang dipanggil keluar oleh Allah dari kegelapan dunia menuju terang Kristus. Pola panggilan keluar dapat diidentifikasi dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru.

1. Perjanjian Lama

Panggilan Abram (Kej. 12:1)

Abram dipanggil keluar dari tanah kelahirannya, Ur-Kasdim, untuk pergi ke negeri yang akan Tuhan tunjukkan. Ini adalah panggilan untuk memulai suatu bangsa pilihan dan menjadi bangsa besar untuk menjadi berkat bagi bangsa-bangsa lain.

Panggilan Bangsa Israel Keluar dari Mesir

Peristiwa eksodus merupakan panggilan keluar yang dramatis dari perbudakan menuju kebebasan dan perjanjian dengan Tuhan di Gunung Sinai. Mereka dipanggil menjadi kerajaan imam dan bangsa yang kudus (Kel. 19:6) melalui perantaraan seorang pemimpin yang bernama Musa, kemudian diteruskan oleh Yosua. Tentu pembebasan Israel dari perbudakan sebagai penggenapan janji Allah untuk memberikan mereka tanah perjanjian.

2. Perjanjian Baru

Panggilan Murid-murid Yesus

Tuhan Yesus secara langsung memanggil murid-murid untuk mengikuti-Nya, keluar dari kehidupan mereka sebelumnya (nelayan, pemungut cukai, dll).

Panggilan Membangun Jemaat (Mat. 16:18)

Yesus menyatakan akan membangun ekklesia-Nya di atas pengakuan Petrus bahwa Ia adalah Mesias, Anak Allah yang hidup. Inilah deklarasi pendirian gereja oleh Kristus sendiri.

Panggilan Menjadi Imamat Rajani (1 Ptr. 2:9)

Gereja dipanggil keluar untuk menjadi "bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah". Setiap orang percaya, yang dahulu berdosa, kini dipanggil menjadi imam yang melayani Allah dan bersaksi bagi dunia.

 


Tujuan Panggilan Allah

Tujuan panggilan Allah, baik dalam PL maupun PB, secara konsisten tertulis untuk membentuk suatu umat milik-Nya sendiri yang hidup dalam hubungan perjanjian dengan Dia, menyembah Dia, mencerminkan karakter-Nya, dan menjalankan misi-Nya di dunia. Gereja pada abad pertama, sering disebut gereja zaman rasul-rasul (apostolic age), dimulai pada hari Pentakosta (Kis. 2) dan berlangsung hingga sekitar akhir abad pertama (kira-kira tahun 30-100 M). Yerusalem menjadi pusat penting gereja mula-mula, terutama sebelum penyebaran luas ke daerah lain (bandingkan dengan Konsili Yerusalem dalam Kis. 15).

Tuhan Yesuslah sang Pendiri gereja (Mat. 16:18), dan salah satu tujuan turunnya Roh Kudus pada hari Pentakosta menguatkan dan memberi keberanian kepada para murid untuk memberitakan Kabar Baik tentang Tuhan Yesus Kristus (Kis. 1:8). Ciri-ciri khas gereja mula-mula yang tercatat terutama dalam Kisah Para Rasul sangat menginspirasi.

1. Persekutuan yang Mendalam

Jemaat mula-mula sehati dan Sejiwa (Kis. 4:32) mereka memiliki kesatuan hati dan pikiran yang luar biasa, mengesampingkan ego pribadi demi tujuan bersama. Berbagi dan tolong-menolong (Kis. 2:44-45; 4:34-37) saling memperhatikan, kebutuhan bersama menjadi tanggung jawab bersama. Mereka menjual harta milik untuk menopang sesama yang membutuhkan, menerapkan kasih Kristus secara nyata. Prinsip saling memikul beban dan saling memperhatikan (Gal. 6:2) hidup dalam komunitas.

Jemaat mula-mula berkumpul dan bertekun (Kis. 2:42, 46) rajin berkumpul, baik di Bait Allah (awalnya) maupun secara khusus di rumah-rmah secara bergilir. Pertemuan rumah ini menjadi tulang punggung kehidupan dan pertumbuhan gereja mula-mula, menciptakan keintiman dan akuntabilitas. Selain itu jemaat bertekun dalam pengajaran para rasul dan berdoa bersama (Kis. 2:42). Pengajaran menguatkan akar iman jemaat (yang menjadi dasar tulisan Perjanjian Baru) dan kehidupan doa yang kuat, baik secara komunitas maupun pribadi.

2. Pengajaran yang Sentris Kristus

Khotbah dan pengajaran (seperti khotbah Petrus di Pentakosta atau khotbah Stefanus) berpusat sepenuhnya pada hidup, kematian, kebangkitan, dan kemuliaan Tuhan Yesus Kristus sebagai penggenapan nubuatan PL dan karya terbesar Allah menyelamatkan manusia. Tuhan Yesus adalah inti dari semua pengajaran dan pelayanan. 

3. Misi yang Proaktif dan Dinamis

Penginjilan diberikan sebagai sebuah perintah, lambat laun rasul-rasul dan jemaat menjadikan pekabaran Injil sebagai gaya hidup. Kesaksian tentang Tuhan Yesus bukan hanya tugas khusus, tapi mengalir secara alami dari kehidupan mereka yang diubahkan, baik di Yerusalem, Yudea, Samaria, hingga ke ujung bumi (Kis. 1:8).  Perjalanan rasul Paulus melakukan perjalanan misi yang sengaja untuk menjangkau orang-orang yang bukan Yahudi, memberitakan injil, dan mendirikan komunitas/jemaat baru di berbagai kota dan wilayah yang ia kunjungi (misalnya Kis. 13-20).

4. Tanda-tanda Kuasa (Mujizat)

Kitab Kisah Para Rasul juga mencatat peran mujizat dan tanda-tanda ajaib yang menyertai pemberitaan injil, yang dilakukan oleh para rasul dan orang percaya lainnya, sebagai konfirmasi atas pesan yang mereka sampaikan dan kuasa Tuhan yang bekerja melalui mereka (Kis. 2:43; 3:1-10; 5:12-16).

 

Gereja Masa Kini: Tantangan dan Refleksi

Pola kehidupan gereja mula-mula yang penuh kuasa dan berdampak besar memberikan ruang  pertanyaan krusial bagi gereja masa kini dalam menerapkannya pada dalam peribadatan dan kehidupan sehari-hari.

1. Apakah pola gereja mula-mula masih relevan?

Fondasi seperti kesatuan, pengajaran yang Alkitabiah dan pengajaran kristosentris, kehidupan doa, saling peduli, dan misi penginjilan merupakan prinsip Alkitabiah yang abadi. Gereja yang sehat akan terus berusaha mengekspresikan prinsip-prinsip ini dalam konteks budayanya. Bentuk pertemuan di rumah membangun keintiman dan pemuridan. Namun, pertemuan  yang lebih besar juga memiliki peran dalam lingkup kebersamaan dan kesatuan untuk bertumbuh bersama-sama. Berpedoman dari gereja mula-mula, maka gereja masa kini menggunakan teknologi menjadi alat baru untuk pengajaran dan komunikasi, misalnya melalui aplikasi zoom. Peralihan ini merupakan bentuk fleksibelitas. Fokusnya bukan pada meniru bentuk abad pertama secara kaku, tetapi pada menghidupi prinsip-prinsip rohaninya secara kreatif di zaman sekarang.

2. Apakah gereja masa kini sudah bercermin atau melakukan hal yang sama?

Inilah pertanyaan yang menantang. Gereja masa kini perlu terus-menerus bercermin pada pola gereja mula-mula untuk mengevaluasi apakah esensi panggilan sebagai ekklesia (komunitas yang dipanggil keluar) masih menjadi DNA gereja pada masa kini. Pertanyaan ini menjadi pekerjaan yang terus menerus dijawab setiap saat oleh setiap pemimpin dan rohaniawan untuk mengingatkan kembali  tujuan gereja hadir di dunia.

 

Penghambat Pertumbuhan Gereja Masa Kini

Tantangan serius yang menghambat pertumbuhan gereja masa kini, seringkali karena menyimpang dari pola Alkitabiah. Gereja memang perlu berinovasi dan menyesuaikan sesuai zaman. Namun, gereja harus menjadikan pola hidup jemaat mula-mula sebagai cerminan untuk menghidupkan gereja tetap eksis tanpa kehilangan jati dirinya. Berikut ini beberapa penghambat pertumbuhan gereja.

1. Pemimpin tanpa visi Allah

Ketika pemimpin gereja (pendeta, gembala, penatua atau majelis) tidak memiliki visi yang jelas dan panggilan yang tidak bersumber dari pergumulan pribadi dengan Tuhan, melainkan hanya menjalankan rutinitas, mengikuti tren, atau bahkan sekadar melanjutkan pekerjaan keluarga atau memenuhi panggilan sinode tanpa panggilan pribadi yang otentik, sudah dapat dipastikan gereja kehilangan arah dan kekuatan rohani. Dampaknya, gereja menjadi stagnan, tidak memiliki tujuan misi yang jelas, dan rentan terhadap konflik internal.

2. Fokus pada program dan kemegahan gedung

Energi, dana, dan perhatian gereja terlalu banyak tersedot untuk mengelola berbagai program kegiatan internal dan terutama untuk membangun atau memelihara gedung gereja yang megah. Sementara itu, investasi untuk pemuridan yang mendalam, pelayanan kasih kepada yang miskin dan terpinggirkan, serta misi penginjilan terabaikan. Gereja lebih memfokuskan hal-hal yang sekunder dan mengabaikan panggilan dan keutamaan makna gereja di dunia. Pada akhirnya, gereja menjadi terlihat sibuk tetapi tidak menghasilkan buah yang kekal. Sumber daya tidak digunakan optimal untuk menjangkau jiwa-jiwa baru.

3. Khotbah yang tidak alkitabiah

Khotbah yang lebih menekankan motivasi diri, psikologi populer, kisah inspiratif tanpa dasar teologis yang kuat, atau tafsiran yang dipaksakan, dibandingkan dengan penggalian eksposisi yang mendalam dan setia pada teks Alkitab, yang berpusat pada Kristus dan aplikasi hidup yang transformatif. Khotbah yang tidak alkitabiah mungkin mengenakan telinga tetapi sesungguhnya memadamkan iman secara perlahan. Jemaat tidak diberi makanan rohani akan menjadikan jemaat seperti domba lugu, iman menjadi dangkal, dan gereja kehilangan otoritas dan identitas alkitabiahnya.

4.  Memindahkan jiwa bukan mencari jiwa

Gereja lebih fokus pada menarik anggota jemaat dari gereja lain melalui program atau fasilitas yang menarik, daripada melakukan penginjilan aktif untuk menjangkau orang-orang yang belum percaya sama sekali. Gereja mungkint terlihat subur dipermukaan tapi akar semakin membusuk dan hanya menunggu waktu saja untuk tumbang. Lebih memilukan lagi, pertumbuhan gereja hanya bersifat numeris semu (transfer), bukan pertumbuhan jiwa yang sesungguhnya melalui pertobatan.

Berikut ini beberapa pertanyaan yang harus kita jawab sebagai seorang Kristen, terutama bagi para pemimpin gereja, rohaniawan dan pelayan Tuhan.

1. Sejauh mana jemaat hidup dalam kesatuan hati, saling mendukung secara material dan emosional? Apakah ada kelompok kecil/pertemuan rumah yang mendalam?  (bnd Kis. 2:42-47; 4:32-37).

2. Apakah pengajaran khotbah dan kelas-kelas berpusat pada Kristus, alkitabiah, dan aplikatif? Apakah ada proses pemuridan yang sistematis untuk bertumbuh dalam iman? (bnd Kis. 2:42; Mat. 28:20)

3. Apakah doa menjadi napas kehidupan gereja, baik secara korporat maupun pribadi? (bnd Kis. 2:42)

4. Apakah gereja memiliki visi misi yang jelas, baik lokal, regional, maupun global? Apakah jemaat dimobilisasi dan dilatih untuk menjadi saksi? Apakah fokusnya pada mencari jiwa baru atau memindahkan jiwa? (bnd Kis. 1:8; Mat. 28:19-20)

5. Bagaimana gereja menanggapi kebutuhan orang miskin, tersingkir, dan menderita di dalam dan luar jemaat? (bnd Gal. 6:2; 6:10)

6. Apakah para pemimpin memiliki visi yang jelas dari Tuhan? Apakah hidup mereka menjadi teladan? Apakah mereka menggembalakan atau sekadar mengelola?

7. Apakah sumber daya (waktu, uang, tenaga) lebih banyak diinvestasikan untuk gedung/program atau untuk pemuridan, penginjilan, dan pelayanan kasih?

 

Kesimpulan

Gereja mula-mula bukanlah romantisme masa lalu, melainkan sebuah prinsip hidup yang harus diteladani sebagai komunitas orang percaya (ekklesia) yang dipanggil keluar oleh Kristus. Pola persekutuan yang intim dan saling mendukung, pengajaran yang setia dan kristosentris, kehidupan doa yang bergairah, dan misi penginjilan yang berani, tetap menjadi standar alkitabiah bagi gereja di segala zaman. Gereja masa kini dipanggil bukan untuk menjiplak bentuk luar abad pertama secara kaku, tetapi untuk menghidupkan kembali prinsip dan semangatnya dalam konteks kekinian. Tantangan seperti pemimpin tanpa visi ilahi, fokus pada gedung dan program, khotbah yang dangkal, dan strategi "memindahkan jiwa" perlu diakui dan ditanggapi dengan tegas melalui pertobatan dan pembaruan.

Mari kita sebagai jemaat dan pemimpin terus-menerus bercermin pada pola gereja mula-mula, mengevaluasi hidup kita di hadapan Tuhan, dan berkomitmen untuk menjadi gereja yang setia pada panggilan-Nya: dipanggil keluar untuk hidup kudus, bersekutu dalam kasih, bertumbuh dalam pengajaran, dan pergi memberitakan Injil hingga ujung bumi. Hanya dengan kembali kepada pola dan prinsip alkitabiah yang telah terbukti inilah gereja masa kini dapat mengalami pertumbuhan yang sehat dan berdampak kekal bagi Kerajaan Allah.

Tuhan Yesus Kristus memberkati dan memampukan gereja-Nya.

0 Comments